10/09/2018

SINOPSIS The Perfect Match Episode 7 PART 3

SINOPSIS The Perfect Match Episode 7 BAGIAN 3


Penulis Sinopsis: Anysti18
All images credit and content copyright: SET TV
Supported by: sinopsis-tamura.blogspot.com

EPISODE SEBELUMNYA || SINOPSIS The Perfect Match Episode 7 Part 2
EPISODE SELANJUTNYA || SINOPSIS The Perfect Match Episode 7 Part 4

Tingen hendak berbelanja di sebuah minimarket. Nggak sengaja ia menemukan sebuah dompet di depan minimarket tersebut. Ia pun mengambilnya dan melihat tanda pengenal pemiliknya. Wu Ping Fan. Seorang wanita menghampirinya dan memberitahu kalo itu adalah dompetnya. Tingen seolah nggak percaya. Soalnya wanita itu nampak nggak mirip dengan orang yang ada di foto. 


Wanita itu hendak merebutnya tapi Tingen nggak mau memberikannya. Ia meminta wanita itu untuk menyebutkan namanya. Wanita itu hendak memberitahu kalo namanya Wu Ping... . Seprang pria tiba-tiba datang dan memanggil wanita itu. Pria itu memberitahu kalo itu adalah dompet wanitanya. Ia meminta Tingen untuk mengembalikannya. 


Tingen mengaku hanya ingin memastikannya saja. Ia kembali menanyakan nama wanita itu. Pria itu memberitahu kalo Tingen bisa melihat KTPnya kalo nggak percaya. Tingen mengaku sudah melihatnya dan menunggu wanita itu untuk mengatakan namanya. Kalo benar ia akan memberikan dompet itu. Tapi kalo salah ia akan menelpon polisi. Tingen kembali mendesak wanita itu untuk menyebutkan namanya. 


Wanita itu ragu-ragu menjawab. Namanya Wu Ping An. Tingen terdiam. Tapi akhirnya ia memberikan dompet itu. Wanita itu menerimanya dan berterima kasih. Mereka lalu pergi. Tingen berpesan agar wanita itu aman dan bahagia. Wanita itu seolah tersindir. Ia menatap Tingen lalu kembali berjalan. 


Tingen berbalik dan menatap wanita itu. Ia merasa kalo rambut panjang lebih cantik. 


Ah Wei menemani Fenqing berbelanja lobster. Fenqing mengambil seekor lobster dan menanyakan harganya pada penjualnya. Untuk 20 tael penjualnya memberi harga 2.500 NT. Tingen terkejut dengar harganya segitu. Penjual itu memberitahu kalo segitu sudah murah. Fenqing merasa kalo dia nggak bisa menghindar dari membuang uang karena itu untuk pelatihan terakhirnya setelah 7 hari pelatihan spesial. 


Fenqing mau membelinya tapi Ah Wei melarangnya. Ia memberitahu penjualnya kalo lobster itu sudah mulai busuk. Penjualnya tersinggung. Gimana bisa? Jelas-jelas lobster itu masih hidup. Itu juga bukan lobster mati. Gimana bisa mulai busuk? Ah Wei menjelaskan kalo hewan laut adalah hewan yang kuat bertahan hidup. Biasanya mereka mulai membusuk sebelum mati. Masih hidup nggak berarti masih segar. Seperti lobster itu, dikatakan masih hidup karena masih bergerak tapi sebenarnya nggak begitu bernyawa lagi. Ah Wei merasa kalo penjual itu nggak jujur. 


Penjual itu mengiyakan. Ia menawarkan agar Fenqing mengambil 2 dengan harga 2.500 NT tapi jangan bilang yang macam-macam tentangnya. Ah Wei tersenyum dan menyuruh Fenqing untuk segera memilih. 


Fenqing merasa nggak bisa. Ia mengingatkan kalo bahan adalah hal terpenting dan dasar dari memasak. Jadi ia harus serius. Fenqing bilang ke penjualnya kalo dia tetap akan membayar 2.500 NT. Tapi ia ingin lobster yang terbaik, gemuk dan segar yang setara dengan harganya. Penjualnya mengiyakan. Nggak masalah. Ah Wei mengaku tahu. Ia akan membantu Fenqing untuk memilih. 


Ah Wei dan Fenqing pulang. Fenqing memuji Ah Wei yang tahu banyak tentang lobster. Ah wei merasa kalo dia nggak sehebat itu. Dia hanya sering melihatnya saat kecil. Fenqing jadi heran. Dimana Ah Wei melihatnya sejak kecil? Ah Wei mencoba mengalihkan. Kalo dikemudian hari Fenqing ingin membeli bahan, ia akan menemani. Kalo dari segi bahan, pengetahuannya sebandinglah sama Huo Tingen. 


Fenqing bermaksud menolak. Gimana bisa dia mengganggu Ah Wei setiap saat. Dia kan juga harus belajar. Nggak boleh bergantung terus sama orang lain. Ah wei nggak terima. Kenapa nggak boleh? Ah Wei mengaku nggak akan pergi jadi Fenqing bisa terus mencarinya. 


Fenqing menghela nafas dan bertanya kenapa belakangan Ah wei srlalu mengikutinya kemana-mana? Kalo Ah Wei nggak mempersiapkan bahan di pagi hari, dia kan bisa beristirahat. Ah wei mengaku nggak bisa. Pelatihan 7 hari Fenqing hampir berakhir. Dia juga akan meninggalkan La Mure. Selama 7 hari ini Huo Tingen selalu berada di sampingnya. Ah Wei janji akan menemani Fenqing saat ia kembali ke pasar malam dan mengambil kembali nama raja kari. Dengan percaya dirinya Ah Wei mengatakan kalo dulu doa dan selanjutnya akan tetap dia. Dia janji akan terus bekerja keras dan belajar untuk meningkatkan diri dan menjadi pendukung utama buat Fenqing. 


Fenqing merasa nggak nyaman. Dia hanya tersemyum menanggapi semua janji Ah Wei. Dan tiba-tiba Ah Wei menariknya dan mendekapnya gara-gara ada pesepeda yang melintas. Fenqing mengerjab-ngerjabkan matanya gara-gara rambutnya mengenai mata. Ah Wei melepaskan Fenqing dan bertanya apa dia baik-baik saja? 


Fenqing mengiyakan. Dalam hati ia bertanya-tanya apa dia terpengaruh oleh video koki? Dia sampai kepikiran kalo Ah Wei ada rasa padanya. Ah Wei kan temannya? Fenqing sampai memukul-mukul kepalanya sendiri biar dia sadar. 


Ah Wei melihat rambut Fenqing berantakan dan mengulurkan tangannya untuk merapikannya. Hal itu membuat Fenqing berpikir kalo itu bukan hal yang sepantasnya dilakukan oleh teman. Ia merasa kalo itu adalah masalahnya. Ia berdoa agar Tuhan membantunya. Kenapa dia merasa kalo temannya ingin mengejarnya? 


Yang baru saja keluar dari sebuah perusahaan. Ia menelpon Fenqing dan memberitahu kalo dia diterima kerja sebagai pegawai magang. Fenqing senang mendengarnya. Yang memberitahu kalo pekerjaannya nggak ada hubungannya dengan memasak. Fenqing agak kecewa. Tapi sedetik kemudian dia mengatakan nggak papa. Ia menasehati agar Yang bekerja dengan baik. Kalo terjadi sesuatu, ia yang akan mengurusnya. Jangan khawatir. Yang berterima kasih lalu menutup telponnya. 


Fenqing datang ke makam ayahnya seorang diri. Ia memberikan seikat bunga pada ayahnya dan mengajaknya bicara. Fenqing memberutahu ayahnya kalo dia ingin mengijinkan Yang untuk menjalani kehidupan yang dia inginkan. Fenqing bertanya ayahnya nggak akan menyalahkannya, kan? Ia mengatakan kalo kedepannya pemulihan raja kari serahkan padanya saja. Fenqing meminta ayah untuk menyemangatinya. 


Fenqing merasa kalo sebenarnya dia khawatir kalo ibunya tahu masalah itu dan nggak bisa menahannya. Tahu kan sifatnya ibu gimana? Fenqing tersenyum dan mengatakan kalo ayah harus melindungi ibu dan seluruh keluarga agar aman dan bahagia. 


Fenqing berjalan pulang. Tiba-tiba Xiaobin menelponnya. Xiaobin bertanya apa Fenqing melihat Tingen? Fenqing bertanya ada apa? Bukankah ada Jake di restoran? Kenapa Xiaobin segitu paniknya? Xiaobin memberitahu kalo besok adalah hari pertemuan dewan dan Tingen adalah General Manajer. Sudah barang tentu dia harus bersiap-siap. Mungkin juga Tingen harus berperang dengan ibu pertamanya. Ibu pertamanya pasti akan menggunakan kesempatan itu untuk menekan Tingen. 


Fenqing terkejut dengar Tingen punya ibu pertama. Xiaobin melanjutkan kalo ibu pertama Tingen sudah menyusun semuanya dari kemarin. Dia bahkan mengirim seseorang untuk memesan kari putih. Fenqing lihat sendiri kan kalo kakak besarnya kena pukulan besar? Mendadak Xiaobin jadi menyesal. Kenapa dia mesti memberitahu Fenqing segala? Ia lalu menyampaikan akan menelpon Tianzhi dan menanyakan tentang hal itu. Fenqing menenangkan dan meminta Xiaobin agar nggak khawatir. Cari lagi gih. Ia lalu menutup telponnya. Fenqing bertanya-tanya kemana Tingen pergi? 


Fenqing pulang menaiki motornya. Nggak sengaja ia melihat pemandangan seperti yang pernah ia lihat di foto milik Tingen saat di mobilnya. Pantas nggak asing. Jadi di sana? Fenqing juga melihat mobil Tingen nggak jauh dari sana. Ia pun mendekat dan meninggalkan motornya di sana. 


Fenqing berjalan kaki dan menemukan Tingen sedang memancing. Ia pun menghampirinya dan memanggilnya. Tingen menoleh lalu bangkit. Gimana bisa Fenqing di sana? Fenqing balik nanya, kenapa Tingen di sana mancing sendirian? Tingen nggak menjawab malah bertanya, gimana bisa Fenqing menemukannya? Fenqing mengaku nggak mencari Tingen. Dia hanya kebetulan melihat mobil Tingen dan kesana. Kebetulan? Fenqing mengiyakan. Tingen bertanya bukannya harusnya Fenqing bekerja di restoran sekarang? 


Fenqing membalikkan, gimana dengan Tingen? Dia juga kan harusnya bekerja di restoran juga? Tingen mengaku kalo dia ingin sendirian sebentar. Memangnya dia nggak boleh kemping? Lagian kalo dia harus berada di restoran sudah akan dilipat sejak tadi. 


Tingen kembali duduk. Fenqing menghampirinya lalu duduk di sampingnya. Fenqing menanyakan apa suasana hati Tingen sedang nggak baik? Ia mengajak Tingen mengobrol tentang saat ia kecil. Fenqing memberitahu kalo saat ia kecil ayahnya meninggal. Tingen menoleh menatap Fenqing. Fenqing melanjutkan kalo ayahnya meninggal karena kecelakaan. Ibunya membesarkannya dan adiknya dan hampir saja mereka tinggal di jalanan dan hampir mati kelaparan. Untungnya mereka ketemu dengan paman Rib. Dia menerima mereka dan mengajarkan mereka gimana caranya berjualan di pasar malam. Ia berjualan di sana sampai sekarang. Jadi orang-orang yang ada di pasar malam baginya seperti keluarga. 


Fenqing lalu bertanya gimana dengan Tingen? Seperti apa saat ia kecil? Tingen menatap Fenqing dan bertanya kenapa dua mesti menceritakannya ke Fenqing? Fenqing memberitahu kalo dia ingin tahu. Lagian dia juga sudah memberitahu masa kecilnya. Tingen bertanya lagi apa dia harus memberitahu karena Fenqing ingin tahu? Fenqing mengiyakan. Ia menyuruh Tingen untuk bicara. 


Tingen seolah menyiapkan mental dulu sebelum mulai cerita. Masa kecilnya cukup mirip dengan Fenqing. Ayahnya juga meninggal saat ia masih kecil. Sebelumnya keluarganya bermarga Song. Ibunya membawanya dan adiknya untuk bekeja di sebuah restoran besar. Restoran itu dibuka oleh keluarga Huo. Ibunya bertemu dengan Huo Nian dan menikah dengannya dan akhirnya sekarang ia bermarga Huo. Tingen tersenyum perih. Fenqing bertanya apa Tingen punya ibu pertama? Tingen mengangguk mengiyakan. 


Fenqing lalu menyudahi. Jangan ngomongin itu lagi. Membosankan. Fenqing mengajak Tingen untuk ngomongin hal lain. Tingen malas. Bisa nggak mereka nggak ngomong? Fenqing terus terang bilang enggak bisa. Ia bertanya apa Tingen ingat apa yang ia katakan padanya? Ingatan itu seperti rasa. Ia ingin mereka bicara tentang ingatan manis dan bahagia. Tingen malas. Dia nggak mau. Fenqing mengaku nggak peduli. 


Fenqing menghela nafas dan bertanya apa Tingen tahu kenapa dia ingin membuat kari lobster? Tingen mengingatkan kalo Fenqing pernah bilang sebelumnya kalo itu karena ayahnya. Fenqing mengiyakan. Tapi sekarang yang  ia ingin bicarakan adalah saat ia kecil ia merasakan kari lobster yang pernah dibuat ayahnya. Rasanya sangat enak. 


Tingen bangkit. Dia mengaku tahu. Fenqing ikutan bangkit. Dia kan nggak pernah mencicipinya? Gimana dia bisa tahu kalo rasanya enak? Tingen menatap Fenqing dan bilang kalo dia memang nggak pernah mencicipinya. Tingen berjalan dan Fenqing mengikutinya. Fenqing mengaku ingin mempelajari rasa itu dan menyimpannya. 


Tingen mengiyakan. Fenqing mengatakan kalo adiknya nggak pernah mencicipi rasa itu. Jadi dia nggak bisa membayangkan seberapa enaknya itu. Fenqing sudah memikirkannya. Tingen menatap Fenqing. Fenqing mengaku nggak ingin memaksa Yang lagi. Fenqing ingin Yang melakukan hal yang disukai dan membiarkan Yang berjalan di jalan yang dia inginkan. Tingen mengiyakan. Fenqing belum terlambat untuk memikirkannya tapi buat Tingen sudah terlambat. 


Tingen mengaku ada banyak hal yang ingin ia sampaikan ke adiknya. Ia ingin bilang kalo dia mendukungnya. Tingen tersenyum perih. Ia merasa kalo semua manusia seperti itu. Setelah kehilangan orang yang paling penting, barulah sadar untuk menghargainya. Tingen kembali tersenyum pedih. 


Fenqing menyimpulkan kalo waktu itu Tingen membiarkannya mencari Ah Weo di jam kerja, karena Tingrn nggak ingin pertengkarannya menjadi ingatan terakhir? Tingen nggak menjawabnya tapi Fenqing yakin kalo jawabannya adalah iya. Fenqing lalu bertanya kenapa Tingen mngajarinya memasak kari lobster? Tingen menatap Fenqing dengan tatapan teduh dan memberitahu karena Fenqing mirip dengan adiknya. Fenqing penasaran, dimana miripnya? Tingen mengatakan kalo sifat mereka mirip. 


Tingen tersenyum. Fenqing dan adiknya sangat keras kepala dan sok tegar. Tapi wajah mereka beda. Adiknya lebih cantik dari Fenqing. Fenqing tersenyum dan memukul lengan Tingen, makasih deh. Tingen mengaduh kesakitan. Ia merasa kalo Fenqing kekanak-kanakan. Dia suka melakukan kekerasan ke orang lain. Fenqing membalikkan, Tingen lah yang kekanak-kanakan. 


Fenqing membantu Tingen mencari kayu. Lah jadinya kok malah Fenqing yang membawa semua kayunya? Hadeuh, tepok jidad! 


Fenqing membuat api dengan cara manual. Susah banget. Tingen tahu-tahu datang sambil membawa pemantik. Lah, bukannya dari tadi??!! 


Tingen memancing tapi nggak dapat ikan juga. Fenqing malah bisa menangkap ikan dengan tangan kosong. 


Hari sudah berubah malam. Api unggun sudah siap. Fenqing menyalakan kembang api. Ia nampak bahagia. Tingen yang menatapnya juga ikutan senyum. 


Fenqing duduk dan bertanya pada Tingen, apa nggak masalah kalo nggak kembali ke restoran? Tingen malas. Fenqing mau tanya berapa lama lagi. Ia meyakinkan kalo nggak papa. Tapi Fenqing sendiri... . Fenqing merasa nggak nyaman. Dalam hati ia bertanya kenapa Tingen menatapnya seperti itu? 


Ia lalu teringat saat Tingen menyatakan cinta padanya. Padahal sebelumnya dia sudah lupa dengan rekaman video itu. 


Tingen sendiri juga merasa nggak nyaman. Ia mengalihkan dengan memberitahu kalo soisnya sudah matang. Apa Fenqing mau makan? Fenqing menolak. Tingen saja. Tingen bertanya Fenqing lebih suka jagung atau... . Fenqing memberitahu kalo dia sudah kenyang. 


Tingen mengiyakan. Ia melihat ke atas. Ia menawarkan untuk melakukan hal lain karena Fenqing sudah kenyang. Fenqing malah terkejut. Ngapain? 

Bersambung...

Komentar:
Tahu nggak wanita yang dompetnya ditemuin sama Tingen. Seperti pernah lihat tapi di drama apa, ya? Lupa sama judulnya. Tapi kalo nggak salah ceritanya dia menggantikan saudara kembarnya dan pria yang bersamanya adalah polisi yang menyamar menjadi pengawalnya. 

Salam
Anysti18
Comments


EmoticonEmoticon