2/18/2019

SINOPSIS Legal High Episode 1 PART 4

SINOPSIS Legal High Episode 1 BAGIAN 4


Penulis Sinopsis: Lfa
All images credit and content copyright: jTBC
Supported by: OPPA SINOPSIS
Follow TABLOID SINOPSIS on: TWITTER

EPISODE SEBELUMNYA || SINOPSIS Legal High Episode 1 Part 3
EPISODE SELANJUTNYA || SINOPSIS Legal High Episode 1 Part 5

Pria yang menusuk seorang bapak tadi keluar dari rumah dan tanpa sengaja menjatuhkan korek gasnya. 


Keesokan harinya muncul berita di televisi tentang penangkapan tersangka pembunuhan pemilik restoran waralaba.


Seo Jae In sibuk membawa banyak berkas dan karyawan lain berpas-pasan dengannya lalu bertanya. 
Karyawan 1 : “Nona Seo, di mana failku?”
Seo Jae In : “Di sini.” (Memberikan filenya). Aku menandai preseden terbaru dan hukum-hukum terkait.
Karyawan 1 : “ Terima kasih, kamu yang terbaik.”(Berlalu pergi)
Karyawan 2 : (Menghampiri Seo Jae In ) “Di mana failku?”
Seo Jae In : “Akan kuberikan siang ini sepulang dari gedung pengadilan. Aku sempat meninjaunya, tapi aku harus meninjau beberapa hukum properti.”
Karyawan 2 : “Terima kasih.”
Seo Jae In : ”Sama-sama.”
Karyawan 2 pergi dan karyawan 3 menghamoiri Seo Jae In.
Karyawan 3 : “Nona Seo, di mana fail yang kuminta?”
Seo Jae In : “Tim lain menangani kasus terkait pajak. Aku memberikannya kepada Hye Ran. Tanya dia.”
Karyawan 3 : “Baik, terima kasih.”


Ju Kyung melihat Seo Jae In yang sibuk bekerja kemudian Pengacara Yoon Sang Koo datang.
Pengacara  Yoon Sang Koo : “Kamu mengawasi antekmu?”
Ju Kyung : “Antekku? Jaga ucapanmu. Dia diterima berdasarkan prosedur.”
Pengacara  Yoon Sang Koo : “Semua orang tahu kamu mengistimewakannya selama wawancara.”
Ju Kyung : “Kamu mengatakannya bahkan setelah melihat skor para senior? Dari semua pemagang yang kita pekerjakan setelah menekankan di mana mereka belajar, kamu tahu berapa banyak dari mereka yang skornya lebih baik dari B?”
Pengacara  Yoon Sang Koo : “Kamu bukan anggota Korean Ivy League, bukan? Aku melupakan itu. Para senior berpikir kamu manis karena kamu melakukan tugas mereka. Jangan salah memahami itu sebagai penilaian yang layak. Ayo.” (Pergi dan berpas-pasan dengan Seo Jae In) Jae In. Empat Americano.
Seo Jae In : “maaf?”
Pengacara  Yoon Sang Koo : “Kamu tidak dengar atau berpura-pura? Pendengaranmu buruk? Akan kukatakan lagi. (Mengeja per suku kata) Americano. Empat cangkir. Sekarang.”
Seo Jae In : “Baiklah.”


Pelatihan Intern oleh Pengacara Senior. “Ini apa, intern sekalian? Ini kuesioner untuk menilai para pengacara yang bekerja dengan kalian. Tentara punya sesuatu seperti ini. Ini semacam surat tanpa nama, jadi, tulislah sesuka hati kalian. Kerahasiannya terjamin. Ini kesempatan kalian untuk menilai para pengacara di firma hukum ini. Tulis pemikiran kalian dengan jujur, ya? Silakan.” Kata Pengacara  Yoon Sang Koo.


Seo Jae In membagikan 4 americano untuk Pengacara Senior Yoon Sang Koo dan para pemagang kemudian berjalan keluar. Tetapi, langkahnya terhenti karena Yoon Sang Koo memanggilnya setelah dia minum americano yang dibagikan Seo Jae In.


Pengacara Yoon Sang Koo : “Hei, intern. Apakah kamu tidak tahu suhu? Kamu mau lidahku terbakar? Kamu balas dendam karena kusuruh kamu membawakan kopi padahal kamu pengacara?”
Seo Jae In : “Itu karena Anda minum kopi seperti air beras. 
Pengacara Yoon Sang Koo : “Apa? Beraninya kamu bicara begitu? “
Seo Jae In : “Aku Pengacara Intern Seo Jae In, dan aku bicara langsung pada Pengacara Senior Yoon Sang Koo. Minumlah saat kopi itu mendingin atau teguklah selagi panas. Itu selera pribadi dan tanggung jawab.
Pengacara  Yoon Sang Koo : “Pikirmu kamu hebat karena Nona Min menyukaimu? Kamu gila...”
Seo Jae In melanjutkan langkahnya.
Pengacara  Yoon Sang Koo : “Hei. (Seo Jae In kembali menghentikan langkahnya)  Kamu melakukan hal buruk dengan Pengacara TV Yoo, bukan? Selama tahun pertamamu bekerja, kamu ingin masuk TV dan tidak bisa, jadi, kamu mengancam dia dengan pelecehan seksual. Semua orang di bidang itu tahu, jadi, kamu tidak bisa bekerja.”
Seo Jae In : (Berbalik menghadap Pengacara  Yoon Sang Koo) “Dengar, Pak.”
Pengacara  Yoon Sang Koo : “Pergilah. Kamu tidak dengar? Apakah kamu tuli lagi? Haruskah kukatakan lagi? Keluar!”
Seo Jae In keluar dari ruangan tersebut. “Astaga. Dia belum tahu tempatnya di dunia ini. Beraninya dia bertingkah? Kalian tidak akan melakukan itu, bukan?” kata Pengacara  Yoon Sang Koo kepada para pemagang dan mereka hanya bisa mengiyakan.


Seo Jae In berada di rooftop Firma Hukum B and G “Sejauh apa aku harus menahannya? Kapan aku bisa mulai mencaci? Bisakah seseorang memberitahuku? Persetan dengan dunia ini. Dunia ini sangat kacau. Dasar berengsek, aku membencimu. Semuanya sangat menjengkelkan. Dasar sialan.” Kata Seo Jae In. 


Kemudian Pengacara Ju Kyung muncul di belakang Seo Jae In tanpa sepengetahuannya 
Ju Kyung : “Karena itulah kita mencari nafkah.”
Seo Jae In : (Berbalik dan terkejut melihat kemunculan Ju Kyung) “Nona Min.”
Ju Kyung : “Dunia ini berantakan, jadi, orang-orang diperlakukan tidak adil. Beberapa melanggar hukum karena marah. Maka mereka butuh pengacara.
Seo Jae In : “Aku minta maaf.”
Ju Kyung : “Tahukah kamu kenapa aku mempekerjakanmu? Bahkan hukum tertinggi pun memiliki kelemahan. Situasimu adalah salah satunya. Dalam situasi itu, kamu menggunakan tinjumu alih-alih hukum. Aku suka itu. (Menepuk lengan Seo Jae In) Cerialah.
Seo Jae In : “Baiklah.”
Ju Kyung : “Pengacara Kim mencarimu.”
Seo Jae In : “Ya.” (Pamit untuk menemui Pengacara Kim)


Ju Kyung teringat memori sewaktu Go Tae Rim masih bekerja di Firma Hukum B and G dan melakukan hal serupa seperti yang tadi dilakukan Seo Jae In. 
Go Tae Rim : “Beraninya kamu bicara seperti itu? Akan kujahit bibirmu dengan mesin jahit yang membuat 3.574 jahitan per detik dan menyeretmu dari jet ski di Haeundae.
Ju Kyung : “Astaga, pengacara lain pasti membuatmu tampak sangat buruk. Kamu belum kalah. Persidangan masih berlangsung. Kenapa kamu sangat bertekad untuk menang?
Go Tae Rim : “Aku menang dengan segala cara. Itulah pengacara.
Ju Kyung : “Bagaimana kalau kalah? Kamu akan berhenti jadi pengacara?”
Go Tae Rim : “Pastinya. Aku tidak akan memegang tangan klienku dan menangis sambil bilang aku sudah berusaha keras. Lebih baik aku berhenti daripada menjadi pengacara yang berdalih. Tapi aku tidak akan pernah kalah.”


Seo Jae In berada di kafe bersama temannya.
Teman Seo Jae In : “Bedebah itu. Kudengar Yoo Myung Seok membicarakan dirimu ke semua orang. Inilah persisnya kenapa kamu seharusnya mengambil semua yang kamu bisa dari dia waktu itu. Keadaan menjadi seperti ini karena kamu terus menahan perasaanmu dan pura-pura tidak terjadi apa-apa. Ini bukan hanya soal dirimu. Kamu butuh rasa tanggung jawab...”
Seo Jae In : “Ya, aku tahu. Berkat insiden itu, aku yakin jika itu menyangkut pelecehan seksual atau pemerkosaan.”
Teman Seo Jae In : “Baguslah."
Seo Jae In : “Aku juga tidak menahan perasaanku belakangan ini. Pakaianmu adalah yang terburuk. Kamu dengar itu? Aku sudah berubah. Damai.”
Teman Seo Jae In : “Itu namanya tidak sopan. Ini sedang populer belakangan ini.”
Seo Jae In : “Bagaimanapun, aku masih dapat pekerjaan di firma hukum.”
Teman Seo Jae In : “Itu patut dipuji. Kerja bagus telah menghajar dia juga. Katamu kamu selalu dimarahi oleh pelatih tinjumu. Tapi kurasa semua latihan tinju itu sungguh berguna.”
Seo Jae In : “Aku hebat saat menyangkut situasi kehidupan nyata.”
Teman Seo Jae In : “Kurasa kamu benar. Menilai dari skor praujianmu, aku pasti sudah menjadi pengacara. Aku tidak senang mengakuinya, tapi kamu benar.”
Seo Jae In : “Katamu kamu akan mengembalikan uang yang kamu pakai untuk belajar sebelum ujian advokat. Bagaimana bisnismu? Semuanya lancar?”
Teman Seo Jae In : “Aku membuka toko sendiri karena gagal ujian advokat. Maka tentu saja, tidak lancar. Ayahku memanggil aku lubang uang. Dia melihat buku besar tepat setelah tiga bulan. Kurasa dia berpikir aku tidak akan sanggup membayar bunga karena dia menyuruhku menutup toko.”
Seo Jae In : “Astaga, aku yakin kamu mulai membicarakan warisanmu.”
Teman Seo Jae In : “Ya, kubilang aku akan menulis memo untuk menyerahkan warisannya. Sebagai gantinya, kuminta dia memberiku setahun lagi. Tapi dia malah menyuruh aku pergi kencan buta. Artinya dia ingin menantu yang merupakan pengacara atau hakim karena aku tidak bisa diharapkan lagi. Jadi, aku setuju.”
Seo Jae In : “Kamu sungguh akan melakukannya?”
Teman seo Jae In : “Ya. Akan kucari suami yang bekerja di bidang hukum untuk mengatasi rasa minderku karena gagal ujian advokat. Tapi pertanyaannya apakah mereka mampu mengatasiku atau tidak.”
Seo Jae In : “Tentu, mereka tidak akan bisa mengatasimu.”
Teman Seo Jae In : “Bagaimana kalau kita minum malam ini?”
Seo Jae In : “Aku bertanding besok. Itu pertandingan tinju amatir.”
Teman Seo Jae In : “Kamu pasti sudah gila. Untuk apa kamu ikut pertandingan tinju?”


Keesokan harinya di arena pertandingan tinju.
Teman Seo Jae in : “Aku cemas, tapi kudengar kamu melawan anak SMP. Kamu harus mengalah padanya.”
Pelatih : “Tidak akan kubiarkan. Ini pertandingan resmi. Jangan terlalu gugup. Sudah siap?
Seo Jae In : “Ya.”


Pelatih : “Ayo! Astaga, hampir saja.”
Teman Seo Jae In : “Apa yang terjadi?”
Pelatih : “Berikan pukulan satu-dua.”
Teman Seo Jae In : “Apa yang terjadi? Kenapa dia tidak bisa meninju? Ada apa dengannya? Kamu yakin dia belajar tinju?”
Pelatih : “Sudah kubilang ini ide buruk, tapi dia terus mengotot.”


Di ruang investigasi penyidik sedang mewawancarai tersangka pembunuhan pemilik restoran waralaba.
Penyidik : “Menurut para pekerja yang ada di sana waktu itu, kamu dipecat setelah dihina habis-habisan dan diserang oleh korban. Jadi, kamu pasti tidak sanggup menahan emosi. Karena itu kamu mendatangi rumah korban dan menunggu dia pulang. Betul?”
Tersangka : “Sungguh bukan aku. Aku tidak membunuhnya. Mana tega aku membunuh? Bukan aku. Sungguh bukan aku.
Penyidik : “Berhentilah berbohong.”


Penyidik menendang kursi yang diduduki tersangka sehingga tersangka jatuh ke lantai.


Pelatih : “Menyerah saja.”
Teman Seo Jae In : “Mari kita menyerah.”
Seo Jae In : “Tidak, aku ingin bertarung sampai akhir.”


Penyidik : “Kami menemukan sidik jarimu di pisau dapur. Kenapa kamu keras kepala padahal itu sudah jelas? Tataplah aku. Kubilang, tatap aku! Aku sudah berurusan dengan bedebah sepertimu selama 30 tahun. Aku tahu siapa yang bersalah hanya dengan melihat orang itu. Pikirmu kamu bisa menipuku? Begitu, ya?”


Teman Seo Jae In : “Jae In! Jae In!”


Teman Seo Jae In : “Jae In!”
Pelatih : “Panggil ambulans!”
Teman Seo Jae In : “Jae In!”
Pelatih : “Jae In, sadarlah.”


Seo Jae In : “Aku di mana? Apakah aku kalah?
Teman Seo Jae In : “Kamu pingsan. Kamu tidak apa-apa?”
Seo Jae In : “Aku malu. Bantu aku duduk.”
Teman Seo Jae In : “Ini.”


Petugas ambulans : “Berbaringlah. Kami harus memeriksa apakah kamu gegar otak.”
Seo Jae In : “Ya, maafkan aku.”
Teman Seo Jae In : “Untuk apa kamu memasuki pertandingan tinju? Kamu melancarkan banyak pukulan, tapi semuanya tidak kena. Pikirmu kamu samsak manusia? Lawan meninju wajahmu tiap kali dia melemparkan pukulan.
Seo Jae In : “Berhentilah mengomeliku.”


Handphone milik Seo Jae In berdering.
Seo Jae In : “Astaga, sakit. Bisa ambilkan ponselku? (Teman Seo Jae In mengambilkan dan memberikannya) Halo? Ya, aku Seo Jae In. Apa? Ada yang ingin menyewa pengacara? Dia secara spesifik meminta aku? Kasus pembunuhan pekerja paruh waktu? Baiklah.
Teman Seo Jae In : “Apakah ini kasus pembunuhan pekerja paruh waktu yang kudengar di berita akhir-akhir ini?”
Seo Jae In : “Ya.”


Seo Jae In pingsan lagi.
Teman Seo Jae In : “Jae In! Jae In!”


Sidang tersangka pembunuhan pemilik restoran waralaba dengan Seo Jae In menjadi pengacaranya. “Berikut adalah putusan akhir. Terdakwa akan divonis sepuluh tahun penjara. Dan sepuluh hari penahanannya akan termasuk dalam vonis tersebut.” Kata hakim.


Seo Jae In berjalan lesu dengan membawa tumpukan berkas dan tertabrak seseorang. Seo Jae In memunguti Berkasnya yang jatuh berhamburan. Kemudian seseorang dengan sengaja menginjak berkas-berkas tersebut.

Seo Jae In : “Hei. (Orang itu berbalik dan menunjuk dirinya sendiri) Ya, kamu. Tunggu (Mengingat kejadian di metro). Lagi-lagi kamu? Kamu pria yang di metro.
Go Tae Rim : “Memang kenapa kalau benar?”
Seo Jae In : “Kamu tidak bisa lihat ini?” (Menunjukan selembar kertas yang diinjak Go Tae Rim)
Go Tae Rim : "(Mengambil kertas itu dan membacanya) Hanya pernyataan tersangka dan bukti tidak langsung yang dipertimbangkan..."


Seo Jae In : “Astaga.”
Go Tae Rim : “Pernyataan itu seperti ditulis oleh siswa kelas tiga. Jadi, kamu jelas akan kalah. Salahkah aku?”
Seo Jae In : “Itu bukan urusanmu. Kenapa kamu menginjaknya padahal kamu lihat itu ada di mana?”
Go Tae Rim : “Tempat ini adalah lintasan untuk pejalan kaki. UU Lalu Lintas Jalan, Pasal 68. "Jika ada yang menaruh hambatan tanpa alasan masuk akal dan menyebabkan masalah bagi pejalan kaki, dia akan divonis penjara kurang dari setahun atau didenda maksimum 3.000 dolar." Itulah isinya.”
Seo Jae In : “Apa?”
Go Tae Rim : “Dengan mengabaikan hambatan yang kamu letakkan di lantai, dan menghalangiku, aku pura-pura tidak melihat sesuatu yang mungkin bisa dianggap ilegal. Jadi, sebaiknya kamu bersyukur. Sekian. Kamu punya sanggahan?
Seo Jae In : “Tapi itu... Aku...”
Go Tae Rim : “Terima kasih.”


“Hei, berhenti. Kubilang, berhenti! Aku tidak peduli soal hukum. Tapi aku tahu tidak seharusnya aku pura-pura tidak acuh terhadap bedebah kasar, arogan, dan kurang ajar sepertimu.” Kata Seo Jae In sambil mendekati Go Tae Rim yang sudah akan pergi.


“Astaga, traumaku. Jangan mendekat. Pergilah. Kubilang, pergi.” Kata Go Tae Rim sambil berjalan mundur.


“Sedang apa kamu?” kata Ju Kyung yang menghampiri mereka. “Nona Min.” balas Seo Jae In. “Apa yang terjadi? Kamu mempekerjakan dia untuk melakukan ini?” kata Go Tae Rim. “Lama tidak bertemu.” Balas Ju Kyung kepada Go Tae Rim. Sedangkan, Seo Jae In pergi meninggalkan mereka berdua.


Go Tae Rim : “Benar juga. Pengacara yang lebih sering disebut direktur karena dia genius dalam hal memikat klien. Kudengar kamu mendapatkan kesempatan besar yang membantu B and G menjadi firma hukum ternama. Tapi walaupun begitu, fakta bahwa kalian hanya sekelompok kutu buku tidak berubah hingga kalian berbuat seperti itu.”

Ju Kyung : “Apa yang kamu bicarakan?”

Go Tae Rim : “Apakah ini pura-pura? Atau Pak Bang melakukannya tanpa mengabarimu? Apa pun itu, kamu tunggu saja. Aku seorang pria yang membalas dendam berkali-kali.” (Berlalu pergi)

Penulis Sinopsis: Lfa
All images credit and content copyright: jTBC
Supported by: OPPA SINOPSIS
Follow TABLOID SINOPSIS on: TWITTER

EPISODE SEBELUMNYA || SINOPSIS Legal High Episode 1 Part 3
EPISODE SELANJUTNYA || SINOPSIS Legal High Episode 1 Part 5

Comments


EmoticonEmoticon